Hikmah Dari Sekeping Emas
Lelaki berjanggut panjang keperakan itu memang
memancarkan kewibawaan yang besar. Ia tampak duduk tenang dengan mata terpejam.
Tangan kirinya terlihat menggenggam sebuah tongkat kayu bersisik berwarna
coklat kehitaman. Dihadapan lelaki berjubah putih itu, sekumpulan orang-orang
yang membentuk setengah lingkaran, duduk berkeliling. Mereka semua tampak
menundukkan kepala.
Azarya, sang guru nan
bijaksana, pengajar para raja dan pejabat istana, kembali mengumpulkan
murid-muridnya. Tetapi tidak seperti hari-hari yang lain, dimana mereka biasa
berkumpul di pinggir sungai, bukit atau pelataran istana. Hari ini mereka
berkumpul dekat sebuah kandang ternak. Tidak ada seorang pun yang tahu rencana
hati Azarya. Diantara lenguhan dan bau ternak, guru dan murid itu, terdiam
dengan penuh hikmat.
Perlahan-lahan sang guru
mengangkat tangannya. Satu sekeping emas tampak di terjepit diantara ibu jari dan
telunjuk beliau. Benda itu terlihat semakin berkilau ditimpa cahaya matahari.
Para murid bergumam tidak mengerti.
"Anak-anak ku", sang
guru pun mulai berkata.
"Siapakah dari antara
kalian yang menginginkan benda ini, jika aku memberikannya? ".
Kini semua mata memandang
kearah ujung jari Azarya. Sekeping emas. Nilainya setara dengan bayaran seratus
hari kerja orang upahan. Sama sekali bukan jumlah yang sedikit. Serta merta
belasan orang itu mengangkat tangannya.
"Saya guru…saya guru
…!!", seru mereka. Sesaat Azarya tersenyum mengelus janggut nya.
"Hanya orang yang telah
kehilangan akal sehatnya yang akan menolak pemberian sekeping emas
ini", lanjut nya sambil menurunkan tangan.
Kemudian tangan kiri Azarya
bergerak mengambil sebuah mangkuk kecil didepannya. Cairan kermizi yang
berwarna merah pekat tampak mengisi separuh mangkuk itu. Perlahan-lahan keping
emas itu dicelupkannya ke dalam mangkuk, hingga beberapa saat.
"Masihkah kalian
menginginkan benda ini ?", tanya Azarya sambil kembali mengacungkan keping
emas yang telah berubah warna itu. "Tentu, guru !", jawab para murid
serempak.
Azarya memandangi kepingan
berwarna merah pekat di tangan nya, tiba-tiba ia membuang keping emas itu
kepermukaan tanah sepelempar batu jauhnya. Beberapa muridnya terlihat menggeser
tempat duduknya menjauh.
"Kau !", tunjuk sang
guru ke arah salah satu muridnya,"Tampillah ke muka". Orang yang
ditunjuk segera menaati perintah gurunya.
"Ludahi keping emas itu
!", perintah sang guru.
Murid itu tampak ragu, ia
memandang bergantian ke arah keping emas itu dan guru nya memastikan apa yang
didengarnya.
"Lakukan apa yang ku
perintahkan", kata Azarya sambil tersenyum.
Segera setelah muridnya
meludahi keping emas itu, Azarya kembali bertanya, "Masihkah kalian
menginginkan talenta itu ?".
"Tentu saja guru",
kembali terdengar jawaban dari arah para murid.
"Jika demikian baiklah,
kau bertiga ludahi lagi dan injak-injak keping emas itu !!", perintah
Azarya.
Ketiga orang itu pun melakukan
persis seperti yang gurunya perintahkan. Sekarang keping emas itu telah berubah
rupa. Permukaannya yang tadinya berkilau kini tak lebih merupakan benda kotor
yang sangat menjijikkan. Azarya berdiri, mengibaskan jubahnya, kemudian
berjalan menghampiri keping emas itu. Sesaat ia memandangi benda itu, kemudian
ikut meludahinya.
"Anak-anakku, lihatlah
benda yang menjijikkan itu.", kata Azarya sambil memandangi wajah-wajah
mereka."
“Masihkah ada seseorang diantara kalian yang
menginginkannya?".
Murid-murid saling
berpandangan satu sama lain, beberapa diantara mereka tampak mengangguk-angguk.
"Tentu Guru kami semua
masih menginginkannya" , jawab mereka serempak. Mendengar jawaban para
murid, Azarya mengambil sebuah capit dari kayu. Ia memungut benda itu dan
mengangkatnya tinggi-tinggi.
"Kini dengarkanlah
anak-anakku", sang guru pun berkata,"kalian dan siapa pun akan tetap
menginginkan keping emas itu, karena apapun keadaan yang mata kalian lihat,
sekeping emas, tetaplah sekeping emas !"
Murid-muridnya terlihat saling
berpandangan, sebagian dari mereka tampak mengangguk-angguk membenarkan
perkataan sang guru.
"Serupa dengan keping
emas ini", Azarya melanjutkan, "diri kalian pun, senista, secacat,
sehina apapun, tetaplah mulia dan berharga. Kemiskinan, kecacatan, keadaan
terkeji sekalipun tidaklah sanggup mengubah nilai seorang manusia. Manusia
telah diciptakan demikian mulia"
Azarya memandangi murid-murid
nya lekat-lekat, setelah itu ia berjalan ke arah kandang ternak yang berada tak
jauh dari mereka. Murid-muridnya segera bangkit, mengikuti guru mereka dari
belakang.
"Seperti apa yang ku
janjikan kepada kalian.", kata Azarya sambil menoleh,"Aku akan
memberikan keping emas ini kepada siapa pun yang mengingingkannya.
Ambilah !". Dengan satu
gerakan, Azarya melemparkan keping emas itu ke dalam tumpukan kotoran ternak
yang tampak menggunung.
Segera saja keping emas itu
membenam tak terlihat. Belum lagi Azarya menjauh dari tempat itu,
murid-muridnya yang berjumlah belasan itu merangsek masuk ke dalam kandang.
Mereka saling mendorong, berdesakan, saling himpit. Tidak sedikit dari mereka
yang terinjak-injak oleh temannya sendiri. Beberapa orang malah terlihat bergulat diantara
kotoran ternak. Yang lain terlihat saling tinju dan saling hantam. Bak dihajar
angin puting beliung, serta merta kandang yang semula aman damai itu jadi
begitu berantakan. Lembu, kambing, domba berlarian keluar. Pagar kayu dan
dinding kandang rusak berat. Azarya sesaat membiarkan kerusuhan itu terjadi,
hingga ia merasa waktunya cukup.
"Hentikan !", seru
sang guru dan perkelahian itu pun serta merta berhenti,"rupanya kalian
belum juga mengerti.
“Barangsiapa bertelinga hendaklah mendengar!
Camkanlah apa yang ku katakan kepadamu hari ini dan belajarlah darinya."
Azarya segera menghampiri
murid-muridnya yang berlumuran kotoran hewan, "Sang Khalik, Pencipta kita,
mengerti benar betapa berharga diri kita, manusia-manusia ini. Begitu juga
dengan iblis-iblis jahat penghuni kegelapan, mereka juga tahu persis betapa
mulianya kita. Satu-satunya yang sering tidak mengerti akan tingginya harga itu
adalah kita, manusia itu sendiri. Manusia sering tidak mengetahui betapa
mulianya ia dicipta. Bahkan tidak jarang, karena kebodohannya, manusia menukar
kemuliannya dengan sesuatu yang sama sekali tidak berharga”.
“Jadi mulai saat ini, jangan biarkan apapun dan
siapapun bahkan hidup ini mendustai kalian, dan membuat kalian tidak berharga.
Karena kalian jauh lebih mulia dari ribuan keping emas !!".
sumber :
by MTA – Made Teddy Artiana; http://speciallone.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment