Tuesday, April 14, 2015

Tata Cara Perijinan Perusahaan penyedia Jasa Pekerja/Buruh



Tata Cara Perijinan Perusahaan penyedia Jasa Pekerja/Buruh
KEPMEN NO. 101 TH 2004


MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : KEP.101/MEN/VI/2004
TENTANG
TATA CARA PERIJINAN
PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA/BURUH
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
:
a.
bahwa sebagai pelaksana Pasal 66 ayat (3) Undang-undang Nomor13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu diatur mengenai tata cara perijinan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PERIJINAN PERUSAHAAN PENYEDIA JASA/BURUH.
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1.
Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

3.
Perusahaan adalah
Pasal 2
(1)
Untuk dapat menjadi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh perusahaan wajib memiliki ijin operasional dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota sesuai domisili perusahaan penyedia jasa pekerja/ buruh.

Untuk mendapatkan ijinoperasional perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh perusahaan menyampaikan permohonan dengan melampirkan:

a.
copy pengesahan sebagai badab hukum berbentuk Perseorangan Terbatas atau Koperasi;


(3)
Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sudah menerbitkan ijin operasional terhadap permohonan yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu paling lama 30m (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima.
Pasal 3
Ijin operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlaku di seluruh Indonesia untuk jangka waktu yang sama.
Pasal 4
Dalam hal perusahaan penyedia jasa memperoleh pekerjaan dari perusahaan pemberian pekerjaan kedua belah pihak wajib membuat perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya memuat :
a.
jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan jasa;
b.
penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud huruf a, hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa dengan pekerja/buruh yang dipekerrjakan perusahaan penyedia jasa sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul manjadi tanggung jawab perusahaan -enyedia jasa pekerja/buruh;
c.
penegasan bahwa perusahaan penydia jasaja/burh bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya untuk jenis-jenis pekerja yang terus menerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
Pasal 5
(1)
Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus didaftarkan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan
(2)
Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerjaan/buruh melaksanakan pekerjaan pada perusahaan pemberi kerja yang berada dalam wilayah lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu proinsi, maka pendaftaran dilakukan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi.
(3)
Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan pada perusahaan pemberi kerja yang berada dalam wilayah lebih dari satu provinsi, maka pendaftaran dilakukan pada Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial.
(4)
Pendaftaran perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) harus melampirkan draft perjanjian kerja.
Pasal 6
(1)
Dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 pejabat instansi yang bertanggung jawaab di bidang ketenagakerjaan melakukan perjanjian tersebut;
Pasal 7
(1)
Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak mendaftarkan perjanjian penyedia jasa pekerja/buruh, maka instansi yang bertanggung jawab di bdang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 mencabut ijin operasional perusahaan penyedia jasa keperja/buruh yang bersangkutan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2)
Dalam hal ijin operasional dicabut, hak-hak pekerja/buruh tetap menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang bersangkutan.
Pasal 8
Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juni 2004

MENTERI
TENAGAKERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA


JACOB NUWA WEA

No comments:

Post a Comment