HANAFI KECIL
Kisah
ini sungguh sangat menarik buat kita baca dan bisa ambil hikmah dari cerita ini
agar kita dapat memperkuat iman kita kepada Allah Swt.
Imam
Hanafi kecil bergegas datang kepada gurunya Syekh Habban, ingin menyampaikan
dan menanyakan tentang tabir mimpinya semalam. Dilihatnya sang guru sedang
termenung yang agaknya sedang menghadapi masalah yang cukup besar dan berat.
Tanpa
menoleh kearah si murid, sang guru bertanya: “Ada perlu apa kau, hai anakku?”.
“Saya ingin menceritakan mimpi saya tadi malam, wahai sang guru”, ujar Hanafi
kecil. Sang guru memandang tajam kearah si murid, seraya berkata: “Terangkan
apa mimpimu itu”. Si muridpun menceritakan mimpinya: “Dalam mimpi, saya melihat
seekor babi hendak menumbangkan pohon besar, sambil mengorek-ngorek, membongkar
tanah dan akar pohon itu. Tiba-tiba datang seekor ular kecil lalu mematuk dan
melilit babi besar tersebut, akhirnya babi itupun mati”, lalu Syekh Habban
menjelaskan makna mimpi itu: “Hai anakku! Inilah yang sedang kurenungkan saat
ini. Aku menerima surat dari Raja, memerintahkan aku segera datang ke kota,
karena di kota sekarang ditimpa bencana besar dengan datangnya seorang DAHRY
(Atheis) yang anti Tuhan. Si Dahry telah menantang Para Ulama untuk berdebat
dan mengadu hujjah, tentang ada atau tidak adanya Tuhan. Si Dahry berpendirian bahwa
Tuhan itu tidak ada. Menurut surat Raja tersebut beberapa Ulama sudah kalah
dalam menghadapi perdebatan itu. Maka Raja meminta supaya aku bersedia
menghadapi si Dahry untuk melakukan perdebatan. Sehubungan dengan mimpimu itu
artinya ialah bahwa pohon besar adalah aku sendiri, babi yang hendak merobohkan
pohon adalah si Dahry, sedangkan ular kecil itu adalah engkau sendiri, hai
anakku. Sekarang engkau kuperintahkan dating ke kota menghadap Raja atas namaku
untuk melakukan perdebatan dengan si Dahry. Allah menyertaimu Hai anakku.”
Hanafi
kecil segera pergi untuk menghadap Raja dengan membawa surat balasan sang guru.
Sang Raja agak heran dan bingung memperhatikan si anak kecil belasan tahun
berani menghadapi si Dahry, padahal beberapa Ulama yang cukup tenar sudah kalah
dalam perdebatan tersebut. Tetapi Raja mengerti tentang kebesaran Syekh Habban
yang tergolong seorang “Khawwashul khawwash” (teristimewa). Rajapun menetapkan
hari perdebatan itu dilangsungkan.
Sampai
waktu yang telah ditentukan persidanganpun dibuka, dihadiri oleh orang banyak
di lapangan terbuka. Serentak si Dahry tahu bahwa lawan debatnya seorang anak
kecil, dia marah-marah dan mengajukan protes kepada Raja.
Tuanku
Raja, saya keberatan melakukan perdebatan dengan seorang anak kecil.
Mendengar
protes si Dahry, Hanafi kecil mengacungkan tangan dan bersuara lantang :
Tuanku
Raja yang mulia, saya juga amat keberatan untuk melakukan debat dengan “orang
yang tidak punya akal” seperti si Dahry ini.
Si
Dahry mencak-mencak di hadapan Raja karena merasa terhina dengan ucapan lawan
debatnya, seraya ia berkata:
Tuanku
Raja, saya telah dihina di depan umum. Saya minta Tuianku Raja menangkap anak
kecil ini atau guru yang telah memberi kuasa kepadanya supaya segera diseret ke
muka pengadilan karena penghinaan ini.
Raja
menjawab : Baiklah, gugatan anda saya terima. Selesai perdebatan ini, perkara
penghinaan ini akan saya sidangkan.
Hanafi
kecilpun mengajukan bantahan :
Tuanku
Raja, ini adalah awal perdebatan. Bukan suatu penghinaan.
Raja
agak heran dengan ucapan Hanafi kecil ini dengan mengajukan pertanyaan:
Hai
si kecil, apa alasanmu bahwa ucapanmu itu bukan suatu penghinaan ?
Hanafi
kecil berdiri sambil menudingkan tangannya kepada Dahry:
Hai
Dahry! Kalau anda keberatan saya katakana tidak berakal, coba tuan buktikan di
depan saya di persidangan ini, “mana dia akal tuan itu?” apa bentuknya? Dan apa
pula warnanya? Silahkan buktikan. Agar kami semua bisa menyaksikannya.
Mendengar
pertanyaan itu, si Dahry tambah marah, merah padam mukanya seraya menjawab
dengan suara nyaring :
Hai
anak kecil ingusan! Itu pertanyaan gila dan tolol. Tidak ada seorangpun di
dunia ini yang dapat menunjukan bentuk, rupa dan warna akalnya. Pertanyaan
goblok, hai anak kecil.
Dengan
tersenyum Hanafi kecil berdiri dan berkata:
Hai
Dahry! Jawaban anda itu lebih goblok dan lebih tolol dari pertanyaan saya.
Kenapa anda hendak minta buktikan bentuk dan rupa Tuhan? Sedang akal anda
sendiri tidak bisa anda buktikan bentuk dan rupanya?
Si
Dahry diam seribu bahasa. Dia merasa terjebak oleh ucapannya sendiri. Rajapun
merasa terpukaudengan perdebatan singkat itu, lalu Raja mengumumkan bahwa
Hanafi kecil tampil sebagai pemenang dalam tahap pertama dan akan dilanjutkan
pada tahap berikutnya.
Raja
mempersilahkan Dahry untuk bicara pada tahap kedua ini. Dahrypun berdiri dari
kursinya.
Hai
anak kecil! Saya akui kalah pada tahap pertama, sekarang coba jawab pertanyaan
saya : Kalau Tuhan itu benar ada, apa pekerjaan Tuhan sekarang?
Hanafi
kecil berdiri seakan-akan tidak menghiraukan pertanyaan si Dahry. Dia menghadap
kepada Raja dan berkata :
Tuanku
Raja yang mulia! Saya telah memenangkan tahap pertama dalam perdebatan ini,
seyogyanya sayalah yang menduduki kursi keemasan yang didudukinya itu, dan si
Dahry duduk di bawah di kursi saya ini. Saya minta keadilan tuanku.
Sang
Raja menyadari, sesuai dengan ketentuan yang telah beliau tetapkan bahwa siapa
yang menang dalam perdebatan berhak duduk di kursi keemasan di samping Raja.
Yang kalah harus turun untuk duduk di bawah. Maka beliau perintahkan si Dahry
turun dan Hanafi kecil naik dan duduk di samping Sang Raja.
Para
hadirin bersorak sorai menyatakan kegembiraannya pada saat pertukaran tempat
duduk itu. Hanafi kecil langsung menjawab pertanyaan Dahri:
Hai
Dahry! Tuhan itu pasti adaNya. Pekerjaan Tuhan sekarang adalah nyata. Allah
turunkan anda dari kursi ini dan menaikan serta mendudukan saya di kursi ini.
Si
Dahry keberatan dengan jawaban itu, lantas berkata:
Yang
menurunkan saya dan menaikan kamu bukanlah Tuhan. Tetapi atas perintah Raja.
Dengan
tenang dan penuh hormat, Hanafi kecil mengajukan pertanyaan kepada Sang Raja :
Tuanku
Raja yang mulia, siapakah sebenar-benarnya (hakikatnya)yang mengerakan hati dan
lidah Tuanku untuk mengeluarkan perintah itu?
Mendengar
pertanyaan itu, Sang Raja menjawab dengan tegas dan penuh wibawa :
Yang
menggerakkan hati dan lidahku untuk mengeluarkan perintah itu adalah Allah Swt.
Setelah
mendengar jawaban raja, si Dahry terhenyak di kursinya, wajahnya pucat pasi.
Sesuai dengan keputusan Raja sebelumnya, siapa yang kalah dalam perdebatan akan
dimasukan ke dalam penjara.
Di
hadapan para hadirin Raja mengeluarkan pengumuman :
1.
Hanafi kecil yang mendapat kuasa dari gurunya Syekh Habban, dinyatakan keluar
sebagai pemenang dalam perdebatan hari ini melawan si Dahry yang anti Tuhan.
2.
Memerintahkan laskar kerajaan untuk memasukan Dahry ke dalam penjara sesuai
ketentuan.
3.
Gugatan si Dahry terhadap Hanafi kecil sehubungan dengan kasus penghinaan di
depan umum dinyatakan batal dengan sendirinya, karena si Dahry juga telah
mengeluarkan kata-kata penghinaan “goblok”, “gila” dan “tolol”.
Kesan
yang dapat diambil dari kisah ini adalah bahwa Allah itu Maha Nyata. Tidak ada
satu dan sesuatupun juga yang dapat menandingi atau menutupNya. Kesan yang lain
adalah, bahwa Hanafi kecil dan Paduka Raja mempunyai pendirian yang sama bahwa
“ Allah yang menaikan Hanafi kecil duduk di kursi keemasan itu dan Allah jua
yang menggerakan hati dan lidah Raja untuk mengeluarkan perintahnya”.
Wallahu
‘alam bis-showab
No comments:
Post a Comment